Sejarah Perkembangan Industri Game di
Indonesia
Ilustrasi - Bisnis.com
Bisnis.com, JAKARTA - Game, sebuah kata yang cukup
familiar di telinga masyarakat segala usia. Istilah yang secara harfiahnya
berarti permainan tersebut, identik dengan berbagai macam bentuk permainan yang
bisa dimainkan oleh masyarakat segala usia. Biasanya game dimainkan pada
sebuah gadget atau seperangkat alat tertentu, baik secara
offline maupun online alias terkoneksi Internet.
Seiring perubahan zaman
dan teknologi, perkembangan industri game di dunia ternyata menciptakan potensi
bisnis dengan nilai yang cukup luar biasa, hingga triliunan rupiah, termasuk di
Indonesia.
"Berbicara soal
perkembangan industri game di Indonesia bisa ditarik pada masa sekitar 15 tahun
lalu. Waktu itu sudah mulai kelihatan ramainya game konsol seperti Nintendo,
Playstation, dll. Zaman itu pelaku industri game di Indonesia kebanyakan hanya
sebagai distributor, karena masih era game konsol," tutur Ketua Umum
Asosiasi Game Indonesia (AGI) Andi Suryanto kepada Bisnis, belum
lama ini.
Saat itu, lanjutnya,
belum ada developer atau pengembang game lokal di Indonesia, karena pada waktu
itu, kebanyakan masyarakat juga lebih banyak memainkan game bajakan, karena
terkait dengan tingginya disparitas harga antara harga kaset game original
dengan bajakan.
"Setelah era game
konsol, masuklah era game online, sekitar awal 2000-an. Di sini juga mulai
bermunculan namanya publisher, yakni perusahaan atau individu yang memiliki hak
ekslusif untuk menerbitkan atau memasarkan setiap judul game. Saat itu
kebanyakan produk game-nya memang masih buatan luar negeri," ujarnya.
Dia mencontohkan salah
satu game online yang cukup menyita perhatian pecinta game adalah Ragnarok
Online. Developer alias pembuat game ini adalah Gravity Corporation, perusahaan
game yang bermarkas di Korea Selatan, tetapi penerbit alias publishernya PT
Lyto Datarindo Fortuna (Indonesia).
"Secara bisnis,
industri game di Indonesia mulai berkembang, karena game legal dari luar juga
mulai masuk. Namun, developer lokal yang mengembangkan game dengan copyright
sendiri masih sulit, lantaran tingginya biaya pengembangan setiap judul game,
meskipun banyak talenta yang cukup bagus untuk membuat game," tuturnya.
Waktu itu, lanjutnya
untuk mengembangkan satu judul game saja, bisa menelan dana sebesar Rp10 miliar
hingga Rp20 miliar. Sekarang anggarannya bisa Rp50 miliar - Rp100 miliar untuk
membuat game dengan jalan cerita panjang dan grafis yang bagus. Ini hanya
pengembangan saja, belum biaya marketing dan lain-lain.
"Tidak berselang
lama, sekitar 2002/2003 muncul developer lokal, namanya Matahari Studios.
Perusahaan yang dibuat oleh investor asing di Indonesia yang memanfaatkan
talenta lokal untuk menggarap atau menerima order pembuatan game luar
negeri," tuturnya.
Di era ini, katanya
mulailah bermunculan talenta-talenta, yang awalnya tertarik pada dunia
informasi teknologi, mulai turut beralih menggeluti dunia animasi maupun game.
"Akhirnya,
2005-2006 mulai bemunculan developer-developer lokal yang handal, meskipun
target usahanya masih menerima orderan game dari luar," ujarnya.
Namun, seiring
berkembangnya waktu, teknologi, dan peluang, maka mulai bermunculan pula
developer game dengan copyright mereka sendiri, hingga sekarang.
Sejumlah perusahaan game
di Indonesia yang hasil karyanya cukup dikenal antara lain, Agate Studio,
Altermyth Studio, Toge Production, Tinker Game, Touch Ten Game, dan lain-lain.
Beberapa game Indonesia
yang cukup diakui keberadaannya antara lain seperti Infectonator buatan Toge
Production, Ramen Chain buatan Touchten Game, dll.
Dia mengatakan seiring
dengan pertumbuhan smartphone di dunia maupun Indonesia saat ini, turut andil
besar dalam mendorong perkembangan industri game di Tanah Air, baik dari sisi
produsen maupun konsumen.
Magnet industri ini mampu
mendorong menjamurnya developer-developer lokal, termasuk developer indie
(belum berbentuk perseroan). Saat ini terdapat lebih dari 400 developer dengan
lebih dari sekitar 1000 game telah dilahirkan.
Dan dari sisi konsumen,
jumlah gamers di Indonesia diperkirakan telah mencapai sekitar 40 juta orang
sampai akhir 2013. Tak pelak, nilai bisnis industri ini tumbuh drastis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar