KOMPAS.com - Masih ingat dengan virus WannaCry yang sempat menggemparkan dunia beberapa bulan lalu? Tahukah Anda bahwa virus semacam itu lebih betah lagi apabila perangkat lunak yang dipakai adalah bajakan?
Hal itu pernah dikaji oleh Microsoft dan National University of Singapore (NUS) dan disebarkan lewat rilis pada Juli 2017.
Dalam penjelasan atas kajian itu, Associate Professor, Department of Electrical & Computer Engineering NUS, Biplap Sidar, menyatakan, para penjahat siber akan menyebarkan virus atau serangan malware dengan tiga cara.
"Pertama, dipaketkan bersama perangkat lunak bajakan. Kedua, mengemasnya dalam sebuah file yang bisa berjalan secara otomatis. Ketiga, menempelkan malware pada perkakas anti-malware bajakan," ujarnya.
Seperti diketahui, Ransomware WannaCry masuk ke dalam sistemWindows dengan memanfaatkan kelemahan di protokol Server Message Block (SMB) milik Windows. SMB tersebut merupakan salah satu fitur yang memungkinkan sesama komputer saling berbagi data.
Karenanya, pada saat itu, Windows bersusah payah merilis penangkal, terutama untuk seri Windows lawas, yang tidak lagi didukung dan mendapat update keamanan.
Namun, bila pengguna memakai perangkat lunak bajakan, hal itu tak berlaku. Itu karena peranti bajakan biasanya juga tak punya patch yang dapat di-update secara berkala.
Kalaupun ada, biasanya sifatnya terbatas dan tak berkelanjutan. Hal itu yang mengakibatkan perangkat pemilik digerogoti virus lebih lama lagi.
Celakanya, dikutip dari Antara, Minggu (21/8/2016), peranti bajakan di Indonesia sangat ramai dipasarkan. Sudah begitu, terkadang peranti lunak itu dijual dengan harga cukup mahal sehingga pembeli mempercayai bahwa itu asli.
Tingkat pembajakan peranti lunak di Indonesia memang masih cukup tinggi. “Bahkan, Indonesia berada di posisi nomor dua paling tinggi untuk tingkat infeksi virus di Asia Pasifik,” kata Consumer Channels Groups Director Microsoft Indonesia, Linda Dwiyanti.
Melawan pembajakan
Menghindari hal itu, sebenarnya pemerintah sudah berupaya. Pada 2014 lalu, melalui Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28, pemberantasan pembajakan sudah mulai disuarakan.
Dalam UU itu, Pasal 10 dan Pasal 114 menyebutkan, pihak pengelola suatu pusat perbelanjaan bisa saja dijerat pasal pelanggaran hak intelektual tersebut, apabila membiarkan pedagangnya menjual produk bajakan.
Tidak tanggung-tanggung, apabila terbukti bersalah, pengelola gedung pertokoan dan mal yang lalai akan dipidana dengan hukuman denda hingga Rp 100 juta. [Kompas.com, Rabu (13/5/2015)]
Karenanya, pembeli ataupun pebisnis cerdas harus menghindari hal itu. Ingat, bila dihitung sebagai nilai investasi, membeli software bajakan justru membuat rugi.
Itu terlebih lagi bila mengingat kerugian finansial yang bisa disebabkan oleh risikonya berpotensi jauh lebih besar dibandingkan harga peranti lunak yang asli.
Mari berhitung, harga software bajakan dengan yang asli mungkin terpaut nominal 50 kali lipat lebih mahal. Namun, manfaat pemakaian software jauh dari risiko.
Selain keamanan perangkat, pengguna ataupun pebisnis akan mendapatkan jaminan banyak hal. Di antaranya, operasional bisnis yang cenderung lancar karena software yang dipakai tidak rentan akan virus dan malware, serta jauh dari kemungkinan tuntutan hukum.
Informasi lebih lanjut mengenai manfaat peranti asli bisa dengan mudah dicari, salah satunya lewats situs web cariyangori.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar