BAB
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Secara
sederhana IBD adalah pengetahuan yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan
dasar dan pengcrtian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk
mengkaji masalah-masalah dan kebudayaan.
Istilah
IBD dikembangkan di Indonesia sebagai pengganti istilah Basic Humanities yang
berasal dari istilah bahasa Inggris “The Humanities’. Adapun istilah Humanities
itu sendiri berasal dari bahasa Latin Humanus yang bisa diartikan manusiawi,
berbudaya dan halus (fefined). Dengan mempelajari The Humanities diandaikan
seseorang ‘akan bisa mcnjadi lebih manusiawi, lebih berbudaya dan lebih halus.
Secara demikian bisa dikatakan bahwa The Humanities berkaitan dengan masalah
nilai-nilai, yaitu nilai-nilai manusia sebagai homo humanus atau manusia
berbudaya. Agar. manusia bisa menjadi humanus, mereka harus mempelajari ilmu
yaitu The Humanities di samping tidak mehinggalkan tanggung jawabnya yang lain
sebagai manusia itu sendiri. Kendatipun demikian, Ilmu Budaya Dasar (atau Basic
Humanities) sebagai satu matakuliah tidaklah identik dengan The Humanities
(yang disalin ke dalam bahasa Indonesia menjadi: Pengetahuan Budaya).
Pengetahuan
Budaya (The Humanities) dibatasi sebagai pengetahuan yang mencakup keahlian
cabang ilmu (disiplin) seni dan filsafat. Keahlian ini pun dapat dibagi-bagi
lagi ke dalam berbagai bidang kahlian lain, seperti seni sastra, seni tari,
seni musik, seni rupa dan lain-lain. Sedang Ilmu Budaya Dasar (Basic
Humanities) sebagaimana dikemukakan di atas, adalah usaha yang diharapkan dapat
memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang
dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan. Masalah-masalah
ini dapat didekati dengan menggunakan pengetahuan budaya (The Humanities), baik
secara gabungan berbagai disiplin dalam pengetahuan budaya ataupun dengan
menggunakan masing-masing keahlian di dalam pengetahuan budaya (The
Humanities). Dengan poerkataan lain, Ilmu Budaya Dasar menggunakan
pengertian-pengertian yang berasa! dari berbagai bidang pengetahuan budaya
untuk mengembangkan wawasan pemikiran dan kepekaan dalam mengkaji
masalah-masalah manusia dan kebudayaan.
Salah
satu dasar yang harus dikuasai mahasiswa sebelu membahas dan juga mempelajari
materi tentangIBD maka ada materi yang harus dikuasai dan juga dipahami dengan
baik. Salah satu materi tersebut adalah nilai budaya, penting diketahui karena
dengan memahami nilai budaya ini maka kita akan dapat mengerti hakekat
kebudayaan dan dan juga budaya manusia sehingga tetap dapat hidup dan membuat
suatu kebudayaan baru.
BAB II
Orientasi Nilai Budaya
Kluckhohn
dalam Pelly (1994) mengemukakan
bahwa nilai budaya merupakan sebuah
konsep beruanglingkup luas yang hidup dalam
alam fikiran sebahagian besar warga suatu masyarakat, mengenai apa yang
paling berharga dalam hidup. Rangkaian konsep itu satu sama lain saling
berkaitan dan merupakan sebuah sistem nilai – nilai budaya.
Secara
fungsional sistem nilai ini mendorong
individu untuk berperilaku seperti apa yang
ditentukan. Mereka percaya, bahwa hanya
dengan berperilaku seperti itu mereka akan berhasil (Kahl, dalam
Pelly:1994). Sistem nilai itu menjadi pedoman yang melekat erat secara
emosional pada diri seseorang atau sekumpulan orang, malah merupakan tujuan
hidup yang diperjuangkan. Oleh karena itu, merubah sistem nilai manusia
tidaklah mudah, dibutuhkan waktu. Sebab, nilai – nilai tersebut merupakan
wujud ideal dari lingkungan sosialnya.
Dapat pula dikatakan bahwa sistem
nilai budaya suatu masyarakat
merupakan wujud konsepsional dari kebudayaan
mereka, yang seolah – olah berada diluar dan di atas para individu warga
masyarakat itu.
Ada
lima masalah pokok kehidupan manusia dalam setiap kebudayaan yang dapat
ditemukan secara universal. Menurut Kluckhohn dalam Pelly (1994) kelima masalah
pokok tersebut adalah: (
- masalah hakekat hidup,
- hakekat kerja atau karya manusia,
- hakekat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu,
- hakekat hubungan manusia dengan alam sekitar, dan
- hakekat dari hubungan manusia dengan manusia sesamanya.
Berbagai
kebudayaan mengkonsepsikan masalah
universal ini dengan berbagai variasi
yang berbeda – beda. Seperti masalah
pertama, yaitu mengenai hakekat hidup manusia. Dalam banyak
kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Budha misalnya, menganggap hidup itu
buruk dan menyedihkan. Oleh karena itu pola kehidupan masyarakatnya berusaha
untuk memadamkan hidup itu guna mendapatkan nirwana,
dan mengenyampingkan segala
tindakan yang dapat menambah rangkaian hidup kembali
(samsara) (Koentjaraningrat, 1986:10). Pandangan seperti ini
sangat mempengaruhi wawasan dan makna
kehidupan itu secara keseluruhan. Sebaliknya banyak kebudayaan yang
berpendapat bahwa hidup itu baik. Tentu konsep – konsep kebudayaan yang berbeda
ini berpengaruh pula pada sikap dan wawasan mereka.
Masalah
kedua mengenai hakekat kerja atau karya dalam kehidupan. Ada kebudayaan yang
memandang bahwa kerja itu sebagai usaha untuk kelangsungan hidup (survive)
semata. Kelompok ini kurang tertarik kepada kerja keras. Akan tetapi ada juga
yang menganggap kerja untuk mendapatkan status, jabatan dan kehormatan. Namun,
ada yang berpendapat bahwa kerja untuk mempertinggi prestasi. Mereka ini
berorientasi kepada prestasi bukan kepada status.
Masalah
ketiga mengenai orientasi manusia terhadap waktu. Ada budaya yang memandang
penting masa lampau, tetapi ada yang melihat masa kini sebagai focus usaha
dalam perjuangannya. Sebaliknya ada yang jauh melihat kedepan. Pandangan yang
berbeda dalam dimensi waktu ini sangat mempengaruhi perencanaan hidup
masyarakatnya.
Masalah
keempat berkaitan dengan kedudukan fungsional manusia terhadap alam. Ada yang
percaya bahwa alam itu dahsyat dan mengenai kehidupan manusia. Sebaliknya ada
yang menganggap alam sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk dikuasai
manusia. Akan tetapi, ada juga kebudayaan ingin mencari harmoni dan keselarasan
dengan alam. Cara pandang ini akan berpengaruh terhadap pola aktivitas
masyarakatnya.
Masalah
kelima menyangkut hubungan antar manusia. Dalam banyak kebudayaan hubungan ini
tampak dalam bentuk orientasi berfikir, cara bermusyawarah, mengambil keputusan
dan bertindak. Kebudayaan yang menekankan hubungan horizontal (koleteral) antar
individu, cenderung untuk mementingkan hak azasi, kemerdekaan dan kemandirian
seperti terlihat dalam masyarakat – masyarakat eligaterian. Sebaliknya
kebudayaan yang menekankan hubungan vertical cenderung untuk mengembangkan
orientasi keatas (kepada senioritas, penguasa atau pemimpin). Orientasi ini
banyak terdapat dalam masyarakat paternalistic (kebapaan). Tentu saja pandangan
ini sangat mempengaruhi proses dinamika dan mobilitas social masyarakatnya.
Inti
permasalahan disini seperti yang dikemukakan oleh Manan dalam Pelly (1994)
adalah siapa yang harus mengambil keputusan. Sebaiknya dalam system hubungan
vertical keputusan dibuat oleh atasan (senior) untuk semua orang. Tetapi
dalam masyarakat yang mementingkan kemandirian
individual, maka keputusan dibuat dan diarahkan kepada masing –
masing individu.
Pola orientasi nilai budaya yang hitam putih tersebut di atas merupakan pola yang ideal untuk masing – masing pihak. Dalam kenyataannya terdapat nuansa atau variasi antara kedua pola yang ekstrim itu yang dapat disebut sebagai pola transisional. Kerangka Kluckhohn mengenai lima masalah dasar dalam hidup yang menentukan orientasi nilai budaya manusia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel
1. Skema Kluckhohn: Lima Masalah Dasar Yang Menentukan Orientasi
Nilai
Budaya Manusia
Masalah Dasar Dalam Hidup
|
Orientasi Nilai Budaya
|
||
Konservatif
|
Transisi
|
Progresif
|
|
Hakekat
Hidup
|
Hidup
itu buruk
|
Hidup
itu baik
|
Hidup
itu sukar tetapi harus diperjuangkan
|
Hakekat
Kerja/karya
|
Kelangsungan
hidup
|
Kedudukan
dan kehormatan / prestise
|
Mempertinggi
prestise
|
Hubungan
Manusia Dengan Waktu
|
Orientasi
ke masa lalu
|
Orientasi
ke masa kini
|
Orientasi
ke masa depan
|
Hubungan
Manusia Dengan Alam
|
Tunduk
kepada alam
|
Selaras
dengan alam
|
Menguasai
alam
|
Hubungan
Manusia Dengan Sesamanya
|
Vertikal
|
Horizontal/
kolekial
|
Individual/mandiri
|
Masalah
Dasar Dalam Hidup
|
Orientasi
Nilai Budaya
|
||
Konservatif
|
Transisi
|
Progresif
|
|
Hakekat
Hidup
|
Hidup
itu buruk
|
Hidup
itu baik
|
Hidup
itu sukar tetapi harus diperjuangkan
|
Hakekat
Kerja/karya
|
Kelangsungan
hidup
|
Kedudukan
dan kehormatan / prestise
|
Mempertinggi
prestise
|
Hubungan
Manusia Dengan Waktu
|
Orientasi
ke masa lalu
|
Orientasi
ke masa kini
|
Orientasi
ke masa depan
|
Hubungan
Manusia Dengan Alam
|
Tunduk
kepada alam
|
Selaras
dengan alam
|
Menguasai
alam
|
Hubungan
Manusia Dengan Sesamanya
|
Vertikal
|
Horizontal/
kolekial
|
Individual/mandiri
|
*) Dimodifikasi dari Pelly (1994:104)
Meskipun cara mengkonsepsikan lima masalah pokok dalam
kehidupan manusia yang universal itu sebagaimana yang tersebut diatas berbeda –
beda untuk tiap masyarakat dan kebudayaan, namun dalam tiap lingkungan
masyarakat dan kebudayaan tersebut lima hal tersebut di atas selalu ada.
Sementara itu Koentjaraningrat telah menerapkan kerangka
Kluckhohn di atas untuk menganalisis masalah nilai budaya bangsa Indonesia, dan
menunjukkan titik – titik kelemahan dari
kebudayaan Indonesia yang
menghambat pembangunan nasional. Kelemahan utama antara lain
mentalitas meremehkan mutu, mentalitas suka menerabas, sifat tidak percaya
kepada diri sendiri, sifat tidak berdisiplin murni, mentalitas suka mengabaikan
tanggungjawab.
Kerangka
Kluckhohn itu juga telah dipergunakan dalam penelitian dengan kuesioner untuk
mengetahui secara objektif cara berfikir dan bertindak suku – suku di Indonesia
umumnya yang menguntungkan dan merugikan pembangunan.
Selain
itu juga, penelitian variasi orientasi nilai budaya tersebut dimaksudkan
disamping untuk mendapatkan gambaran sistem nilai budaya kelompok – kelompok
etnik di Indonesia, tetapi juga untuk menelusuri sejauhmana kelompok masyarakat
itu memiliki system orientasi nilai budaya yang sesuai dan menopang pelaksanaan
pembangunan nasional.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Adapun
kesimpulan yang dapat kami ambil, antara lain
1. Nilai budaya adalah suatu bentuk
konsepsi umum yang dijadikan pedoman dan petunjuk di dalam bertingkah laku baik
secara individual, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan tentang baik
buruk, benar salah, patut atau tidak patut.
2. Sistem nilai budaya ini merupakan
rangkaian dari konsep-konsep abstrak yang hidup dalam masyarakat, mengenai apa
yang dianggap penting dan berharga, tetapi juga menjadi pedoman dan pendorong
perilaku manusia dalam hidup yang memanifestasi kongkritnya terlihat dalam tata
kelakuan. Dari sistem nilai budaya termasuk norma dan sikap yang dalam bentuk
abstrak tercermin dalam cara berfikir dan dalam bentuk konkrit terlihat dalam
bentuk pola perilaku anggota-anggota suatu masyarakat.
3. Orientasi atau focus dari nilai
budqaya adalah untuk membahas dan juga menyelesaikan 5 permasalahan dalam hidup
yaitu (1) masalah hakekat hidup, (2) hakekat kerja atau karya manusia, (3)
hakekat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu, (4) hakekat hubungan manusia
dengan alam sekitar, dan (5) hakekat dari hubungan manusia dengan manusia
sesamanya.
Daftar Pustaka
https://wirasaputra.wordpress.com/2011/10/13/nilai-budaya-sistem-nilai-dan-orientasi-nilai-budaya/
Daftar Pustaka
https://wirasaputra.wordpress.com/2011/10/13/nilai-budaya-sistem-nilai-dan-orientasi-nilai-budaya/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar